Assalamu'alaikum warhamatullahi wabarakatuh
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan
Indonesia sudah mengalami degradasi, maka perlu adanya pupuk yang dapat
mengembalikan kesuburan tanah. Oleh karena itu,
perlu adanya usaha dan strategi yang tepat untuk menyuburkan tanah kembali
diantaranya pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizer)
(Fadiluddin, 2009).
Pemanfaatan
mikroorganisme yang berguna perlu dikembangkan dalam usaha mengurangi
penggunaan pupuk anorganik (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008). Pemanfaatan
pupuk hayati tersebut diharapkan tanaman tumbuh lebih sehat, bebas hama dan
penyakit, daya hasil lebih tinggi, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sejalan dengan
semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya
berbagai macam penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara
berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif
yang menjadi pilihan bagi banyak orang yang ingin hidup sehat. Pertanian organik sebagai suatu sistem bertani yang selaras dengan alam,
mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian suatu aliran yang
siklik dan seimbang. Secara perlahan tapi pasti system pertanian
organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun
negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dengan system pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap
terjaga kelestarianya dan dapat mengonsumsi produk pertanian yang
relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan
dampak negatif bagi kesehatan (Gunalan,
1996).
Usaha
peningkatan produksi tanaman tanaman perkebunan lainnya maka mutu
intensifikasi perlu untuk ditingkatkaan. Salah satu usaha yang dapat ditempuh
yaitu dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Respon tanaman terhadap penggunaan pupuk akan menigkat bila menggunakan jenis
pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk
memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara atau
zat hara kedalam tanah yang langsung atau tidak langsunng dapat menyumbangkan
bahan makanan pada tanaman. Pemupukan juga memperbaiki pH tanah dan memperbaiki
lingkungan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Dalam hal ini pupuk yang
mengandung mikroorganismme lah yang mampu memperbaiki sifat –sifat
tanah (Lingga et al., 2009).
Pupuk
hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh
tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu
hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh
kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan,
sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan
pertumbuhannya. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer)
dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau
disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini
adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam
tanah(Linggaet al., 2009).
Pemupukan
dapat dikatakan berhasil baik bila kita mengetahui unsur hara apa yang kurang
terdapat dalam tanah atu unsur makan apa yang dibutuhkan oleh tanaman. Gejala
kekurangan unsur hara dapat dilihat dengan tidak normalnya petumbuhan tanaman.
Disamping mengetahui unsur hara apa yang kurang, perlu juga mengetahui berapa
jumlah yang kurang itu sehingga kita bisa memberikan dalam jumlah yang benar
dan efektif (Roesmarkam & Yuwono, 2002).
Bahan
organik juga berperan sebagai sumber makanan dan energi mikroba tanah sehingga
dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara
tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi
tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba(Roesmarkam &
Yuwono, 2002).
Penggunaan
pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan
ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengolahan hara terpadu yang memadukan
pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dalam rangka meningkatkan
produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan
cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat
dipertahankan (Roesmarkam & Yuwono, 2002).
Adapun perumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Bioteknologi tanah ?
2. Apa yang dimaksud dengan
pupuk hayati ?
3. Sejarah pupuk hayati ?
4. Apa fungsi pupuk hayati ?
5. Bagaimana kualitas pupuk hayati ?
6. Apa jenis-jenis pupuk hayati yang telah di kenal
di Indonesia?
7. Bagaimana teknik dasar produksi pupuk hayati ?
8. faktor penentu penerapan pupuk hayati dilapangan
?
9. Penelitian teruptodate tentang pupuk hayati (5
tahun terakhir) ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian bioteknologi
2. Mengetahui pengertian pupuk hayati.
3. Mengetahui sejarah pupuk hayati
4. Mengetahui apa fungsi pupuk hayati
5. Mengetahui kualitas pupuk hayati
6. Mengetahui jenis-jenis pupuk hayati yang telah di
kenal di Indonesia
7. Mengetahui teknik dasar produksi pupuk hayati
8. Mengetahui faktor penentu penerapan pupuk hayati
dilapangan
9. Mengetahui Penelitian terbaru tentang pupuk hayati (5
tahun terakhir)
BAB II
BAGIAN
ISI
Bioteknologi adalah pemanfaatan system yang hidup
dan organisme untuk mengembangkan
atas membuat suatu produk yang dapat guna, atau aplikasi berbagai teknologi yang menggunakan sistem yang
hidup, makhluk
hidup ataupun yang dihasilkannya untuk membuat atau
memodifikasi hasilnya atau proses untuk tujuan tertentu.
Menurut
Hanafiah (2014), mengutarakan bahwa bioteknologi tanah merupakan suatu cara
menggunakan organisme tanah (bakteri, jamur, cacing tanah dan berbagai
organisme lainnya termasuk tumbuh-tumbuhan baik secara langsung (cara ini disebut
cara konvensional) atau menggunakan rekayasanya (tanaman unggul, biota unggul
atau potensil) dalam upaya mencapai manfaat tertentu dalam bidang pertanian dan
lainnya (cara aplikasinya yang kedua ini disebut sebagai cara modern).
Bioteknologi tanah (soil biotechnology) dalam pemanfaatan atau
aplikasinya merupakan suatu teknologi yang ramah lingkunga, disebut sebagai soft
technology.
B. Pupuk Hayati
Pupuk adalah sesuatu bahan (organik dan
anorganik) yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang
berguna untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati merupakan inokulum yang mengandung sel-sel hidup atau
latent dari berbagai jenis mikrobia yang efisien yang bisa hidup bersimbiosa
degan tanaman ataupun yang bisa hidup bebas ataupun berassosiasi, yang
mempunyai kemampuan memfiksasi N2 dari udara atau melarutkan/memobilisasi
unsur hara fosfat dari bentuk yang tidak bisa dimanfaatkan tanaman menjadi
bentuk yang bisa dimanfaatkan tanaman, merombak bahan organik termasuk
sumber-sumber organik lainnya (seperti pupuk kandang) yang mempercepat
proses-proses mikrobiologi tertentu dalam tanah untuk meningkatkan ketersediaan
unsur hara yang dapat diassimilasikan oleh tanaman (Hanafiah,2014).
Pupuk
hayati (biofertilizer) merupakan
pupuk yang mengandung 9 konsorsium mikroba dan bermanfaat untuk pertumbuhan
tanaman agar menjadi lebih baik. Mikroba yang digunakan yaitu (1) bakteri
fiksasi Nitrogen non simbiotik Azotobacter
sp. dan Azospirillum sp.; (2)
bakteri fiksasi Nitrogen simbiotik Rhizobium
sp.; (3) bakteri pelarut Fosfat Bacillus
megaterium dan Pseudomonas sp.;
(4) bakteri pelarut Fosfat Bacillus
subtillis; (5) mikrobadekomposer Cellulomonas
sp.; (6) mikroba dekomposer Lactobacillus
sp; danmikroba dekomposer Saccharomyces
cereviceae (Suwahyono, 2011).
Istilah pupuk hayati
digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah
yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia
bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat
penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu
inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan
aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau
memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi
tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman
terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh
mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing
tanah.Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau
nonsimbiotis.
Secara simbiosis
berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman,
sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh
kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh
kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiosis ini terutama meliputi
bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Kelompok cendawan mikoriza yang
tergolong ektomikoriza juga hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman
kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya
cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi
tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya
mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos
melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah
pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang
berbasis pertanian.Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator
perombak bahan organik.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar
(rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting hizobacteria).
Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan
lain-lain), (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi
siderofor glukanase, kitinase, sianida, dan (4) melarutkan P dan hara lainnya
(Cattelan et al., 1999).
Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi)
tetapi juga kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza.
Cendawan mikoriza selain dapat meningkatkan serapan hara,
juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah,
meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat
tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada
peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain.
Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu
apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga
tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah,
misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh
terhadap toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi
tersebut hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional
tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini hanyadimiliki oleh strain atau
strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana
tanaman tersebut tumbuh.
Subha Rao (1982), menganggap sebenarnya pemakaian inokulan
mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Ia sendiri mendefinisikan pupuk
hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif
mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfatatau selulolitik yang digunakan pada
biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba
tersebut dan mempercepatproses mikrobial tertentu untuk menambah banyak
ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer
Project Group (2006), mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai substans
yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian
dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan
ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila
dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.Pengertian pupuk hayati pada
buku ini lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan
FNCA Biofertilizer Project Group (2006), mereka hanya membatasi istilah
pupuk hayati pada mikroba, sedangkan istilah yang dipakai pada buku ini selain
melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah.Bila inokulan hanya
mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan tersebut dapat juga disebut pupuk
mikroba (microbial fertilizer).
Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam
bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain
tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain
pada inokulanmultistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation)
atau lebih.Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu
kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapiperkembangan
teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung
lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat
ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok
fungsional mikroba. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (2006), memperkenalkan
istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang
mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.
C. Sejarah
Pupuk Hayati
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian
daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah
mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang
lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat
pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran
sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya.
Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut
sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang
terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal
para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau
turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani
lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya
jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di
subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada
pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi
pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi
pupuk dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk
buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian
kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke
pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui
pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki
nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah
rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses
menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini
dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika
Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni
Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter.
Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk
bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas
di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus
megaterium. Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah
ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah
terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an
dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama
kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang
tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang
bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk
hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk
biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 tapi hanya
untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan
rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani
transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani
sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek
intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan
pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja
menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya
berdasarkan pesanan, karena persaingan
yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi
kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa
menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik.
Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Baru setelah
dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan
yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap
penggunaan pupuk hayati.
D. Fungsi
Pupuk Hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman,
yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil
regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant).
Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara (Simanungkalit RDM
et al, 2006):
1.
Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman.
Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai
penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen
dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium.
2.
Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki
kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
3.
Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan
nutrisi tanaman.
4.
Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan
tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.
5.
Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman.
Pertumbuhan mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen,
sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.
E. Kualitas
Pupuk Hayati
Berdasarkan
penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang
diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat
dari parameter berikut (Simanungkalit RDM, et
al., 2006):
1.
Jumlah
populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat
dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme
tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
2.
Efektifitas
mikroorganisme dimana tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh
positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya
mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai
contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai
pelarut fosfat.
3.
Bahan
pembawa dimana fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut
hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama
proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
4.
Masa
kadaluarsa dimana sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme
tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah
mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk
memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas
mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali
sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya
mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.
F. Jenis-Jenis Pupuk Hayati
yang telah di kenal di Indonesia
Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati
berdasarkan kandungan mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk
hayati majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang
memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat
nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis
mikroba (Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan
belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran
kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih
banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya
berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4,
Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan
Solagri.
Berikut ini macam-macam
pupuk hayati yang banyak digunakan yaitu (Simanungkalit RDM et al.2006):
1. Agronik Farming
Agronik Farming, yaitu pupuk hayati yang
mengandung unsur hara makro berupa N, P, K dan unsur hara mikro berupa MgO,
SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat majemuk yaitu mikroba
pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000 cfu/g. Cara
pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam 1 liter
air. Hal ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang tinggi. Pupuk
hayati ini memiliki keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil panen 20-50%,
dapat, mengurangi biaya produksi hingga mencapai 30% dan tidak diperlukan lagi
pupuk kimia (N,P,K).
2. Pupuk Hayati EMAS (Enhanching
Microbial Activities In The Soil)
Pupuk Hayati EMAS (Enhanching
Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati yang bersifat majemuk
dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata,
Aspergillus niger. Cara penggunaannya yaitu dengan melakukan
kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia. Penggunaan pupuk ini setara dengan
menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga penggunaan pupuk ini akan mengurangi
biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat dari pupuk ini yaitu mengandung 2
jenis bakteri pengikat N2 dari udara yang tumbuh di daerah rhizosfer
yang dapat menambahkan N yang diserap akar tanaman, satu jenis bakteri pelarut
P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat diserap akar tanaman baik yang
berasal dari partikel pupuk maupun dari partikel tanah, satu jenis mikroba lagi
yakni jamur dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara tanah,
serta dimana keempat jenis mikroba dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam
tanah dan dapat menghasilkan zat tumbuh yang berguna bagi akar tanaman.
3. M-BIO
M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yang
menguntung dengan paten CMF-21 diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus
sp, Yeast, dan Azospirilium sp. kandungan pupuk ini yaitu N, P, K, S,
Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian pupuk ini yaitu dengan melakukan penyemprotan
(penyiraman) dengan konsentrasi 1 ml M-BIO per liter air setiap minggu.
Keunggulannya yaitu mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara
fermentasi, melatutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia
bagi tanaman, mengikat Nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon
sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD
dan COD perairan dan menekan bau busuk.
4. Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.
G. Teknik Dasar Produksi
Pupuk Hayati
1. Tahap Pengisolasian Mikroorganisme
a. Mengambil satu kg tanah yang berasal dari
kedalaman 10-15 cm daripermukaan tanah. Pilih lokasi tanah subur yang bebas
dari gangguan manusia, jauh dari pemukiman misalnya dari tanah perkebunan yang
terawat dengan baik atau dari hutan yang lebat.
b. Tanah tersebut dicampur dengan satu kg daun bambu
kering, 5kg sekam padi dan 2kg dedak padi, diaduk rata sambil menuangkan air secukupnya,sekitar
5L.
c. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah
berdiameter 50 cm dengan ketinggian 30 cm. Buat lobang berdiameter 10 cm di
tengah-tengah campuran.
d. Tutup campuran tersebut dan letakkan di tempat
yang teduh selama satu bulan. Aduk campuran tersebut 4 hari sekali dan membuat
lobang ventilasi baru.
e. Proses selesai setelah terbentuknya lapisan serat
putih di permukaan campuran.
2. Tahap Peningkatan Jumlah Mikoorganisme
a. Campuran kering mikroorganisme diaduk rata,
kemudian diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam jaring plastik.
b. Campur 15 liter molase (produk sampingan
dari hasil pengolahan gula tebu) atau 15 kg gula merah cair ke dalam wadah
berisi 75 liter air tanah atau sumur yang bersih.
c.
Masukkan jaring plastik berisi campuran
mikroorganisme tersebut ke dalam wadah.
d.
Aduk merata secara searah.
e.
Tutup wadah dan biarkan selama satu bulan di
tempat yang teduh.
f.
Indikator kesuksesan tahap ini adalah
larutannya berbau harum, jika berbau busuk berarti prosesnya gagal.
3. Proses Produksi Pupuk Hayati
a. Satu bagian
larutan dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi 10 bagian air yang telah
dicampur dengan satu bagian molase. Aduk merata secara searah.
b. Masukkan
potongan/rajangan daun-daun sayur-sayuran seperti daun singkong atau daun
kangkung sebanyak sepertiga wadah, diaduk searah
kemudian ditutup.
c. Biarkan campuran
tersebut selama 15 hari di tempat yang teduh.
4. Cara Pengaplikasian
a. Sekitar 100 ml
cairan pupuk dimasukkan ke dalam 20 liter air untuk 40-50 tanaman.
b. Siram ke tanaman
dan ke permukaan tanah tempat tanaman tumbuh.
c. Pengaplikasian
dilakukan satu kali dalam satu minggu.
d. Sebaiknya di awal
penggarapan tanaman, diaplikasikan pupuk bokasi atau kompos sebagai pupuk dasar
sekitar 500 g/m2.
H. Faktor Penentu Penerapan Pupuk Hayati di Lapangan
Pupuk hayati
merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemberian
pupuk anorganik. Pupuk hayati merupakan pupuk yang
berisikan mikroba hidup. Salah satu contohnya adalah Bion-Up produksi
Laboratorium Biologi Tanah Unpad yang terdiri
dari campuran isolat Azotobacter sp, Azospirilium sp, bakteri endofitik, dan
mikroba (bakteri dan jamur) pelarut fosfat. Pemberian pupuk hayati dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini karena pupuk hayati
mengandung Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) hidup (Setiawati et al.,
2014).
Fungsi PGPR
bagi tanaman yaitu membantu menyediakan hara bagi tanaman serta mampu
mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Pupuk hayati juga
menghasilkan fitohormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebagai
contoh, bakteri pelarut fosfat (BPF) seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp
yang terkandung dalam pupuk hayati memiliki kemampuan untuk menghasilkan
fitohormon seperti auksin, giberelin, dan sitokinin (Setiawati et al., 2014).
Anjuran pemupukan yang tepat
terus digalakkan melalui program pemupukan berimbang (dosis dan jenis pupuk
yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi lokasi/spesifik
lokasi), namun sejak sekitar tahun 1996 telah terjadi penurunan produktivitas (leveling
off) sedangkan penggunaan pupuk terus meningkat. Hal ini berarti
terjadi penurunan efisiensi pemupukan. Berbagai faktor tanah dan lingkungan
tanaman harus dikaji lebih mendalam.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu
jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat
dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia
tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran (rekomendasi) pemupukan harus
dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan
hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri sehingga efisiensi penggunaan pupuk
dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang
berlebihan. Dari uraian di atas terlihat bahwa pemakaian pupuk secara berimbang
sampai saat ini masih merupakan pilihan yang paling baik bagi Petani
dalam kegiatan usahanya untuk meningkatkan pendapatan.Percepatan peningkatan
produksi pangan harus dilaksanakan secara konsepsional melalui program
sosialisasi yang terpadu.
Pemupukan yang dilakukan pada satu pertanaman
berarti menambahkan/menyediakan hara bagi tanaman. Dengan demikian program
pemupukan berimbang dapat saja menggunakan pupuk tunggal (Urea/ZA, TSP/SP-36
dan KCl) dan atau pupuk majemuk.
I.
Penelitian Terupdate
tentang Pupuk Hayati (5 tahun terakhir)
Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas
tanaman cabai rawit (capsicum frutescens L.) varietas Bhaskara di PT Petrokimia
Gresik (Wardhani S 2014).Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aplikasi pupuk hayati dan berapa dosis optimal
pemberian pupuk hayati terhadap peningkatan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman cabai rawit (Capsicum
frutescens L.) varietas Bhaskara. Pupuk hayati produksi PT. Petrokimia
Gresik mengandung berbagai jenis mikroorganisme fungsional seperti Azospirillum sp., Azotobacter sp., Aspergillus sp., Penicillium
sp., dan Streptomyces sp.
Mikroorganisme inilah yang memiliki potensi yang besar dalam memacu pertumbuhan tanaman. Azospirillum sp., Azotobacter sp., dan Pseudomonas sp., sebagai penghasil
hormon pertumbuhan dan penambat N2 udara. Parameter
pertumbuhan yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah buah dan berat buah.
Hasil pengamatan dianalisis dengan Anova One Way pada taraf signifikansi 5%
dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk hayati
berpengaruh tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah buah dan berat buah
tanaman cabai rawit. Dosis pemberian pupuk hayati terhadap peningkatan
produktivitas tanaman cabai rawit adalah pada kisaran 50-100 kg/ha.
Pemanfaatan
Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal
(Moelyohadi et al. 2013). Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan genotipe jagung efisien hara yang memberikan respon
terbaik terhadap berbagai jenis pupuk hayati pada tingkat pemupukan kimia dosis
rendah di lahan kering marginal. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Agro
Tekno park (ATP) Kementerian Riset dan Teknologi, Sumatera Selatan dari
bulan Mei – September 2011. Pemanfaatan pupuk hayati dilakukan berdasarkan
respon positif terhadap peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan
sehingga dapat menghemat biaya pupuk dan penggunaan tenaga kerja. Teknologi
yang dapat digunakan adalah penerapan pupuk mikroba (microbial fertilizer). Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot design dengan
masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan petak utama terdiri dari : (Ho): tanpa pupuk hayati, (H1): mikoriza, dan (H2): pupuk hayati BPF. Perlakuan anak petak, terdiri dari tiga
genotipe hasil seleksi galur jagung untuk sifat efisien hara,yaitu galur: B-41
(G1), L-164 (G2), S-194 (G3) serta varietas BISI 816 (G4) sebagai varietas
pembanding. Semua unit perlakuan diberi pupuk kimia dosis rendah yaitu 50% dari
dosis standar ATP (200 kg Urea, 50 kg SP-36 dan 25 kg KCl ha-1). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pupuk mikoriza menghasilkan produksi jagung
tertinggi, yaitu 6,08 ton biji pipilan kering/ hektar dan galur jagung B-41
menunjukkan pertumbuhan yang lebih adaptif di 32 lahan kering marginal dengan
tingkat produksi 7,27 ton biji pipilan kering/ha. Serta kombinasi perlakuan
pupuk mikoriza dan galur B-41 memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi
dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, dengan tingkat produksi
sebesar 8,57 ton pipilan kering/hektar.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah disampaikan, pupuk hayati merupakancinokulan berbahan
aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau
memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.Pupuk hayati memiliki
banyak manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menggunakan aktivitas
mikroorganisme yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Afandie Rosmarkam dan Nasih Widya Yuwono. 2002.
Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Cattelan AJ,
Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth-promoting rhizobacteria
to promote early soybean growth. Soil
Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
Fadiluddin,
M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan Hara, Produksi
dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang. [tesis]. Mayor Biologi
Tumbuhan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
FNCA Biofertilizer
Project Group. 2006. Biofertilizer
Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic
Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba
Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Majalah sriwijaya
Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Jutono. 1982. Fiksasi Nitrogen (N2) pada Leguminose dalam Pertanian,
Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Lingga,
Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya
Moelyohadi et al.2013. Pemanfaatan Berbagai Jenis
Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea
mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal.Jurnal Lahan Suboptimal.Vol. 1 (1): 31-39.
Saraswati
RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan
Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai,
Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun
(1995/1996-1997-1998). Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Setiawati, M.R., Suryatmana, P., Hindersah, R., Fitriatin, B.N. dan
Herdiyantoro, D. (2014).
Karakterisasi Isolat Bakteri Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Ketersedian P
pada Media Kultur Cair Tanaman Jagung
(Zea mays L.). Bionatura - Jurnal
Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 16(1),30–34.
Simanungkalit RDM et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor:
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao, N.S.
1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford
and IBH Publishing Co. New Delhi.
Suwahyono,
U., 2011, Petunjuk Praktis Penggunaan
Pupuk Organik SecaraEfektif dan
Efisien, Penebar Swadaya, Jakarta.
Pangaribuan,D. dan H.
Pujisiswanto.2008.Pemanfaatan kompos jerami meningkatkan produksi dan kualitas
buah tomat. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Bandar
Lampung, 17-18 November 2008. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Wardhani A. 2014.
Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman
Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. Vol. 2 (1) :2337-3520.
Sahar Hanafiah.
2014. Peran Bioteknologi Tanah dan pupuk Hayati / Pestisida Hayati dalam
Pertanian Organik, Pertanian Berkelanjutan dan Pengelolaan Lingkungan,
Bioteknologi Tanah, Pupuk Hayati dan Aplikasinya AGR-638. USU: Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar