Rabu, 29 Mei 2019

Penerapan Bioteknologi Hijau (Bioteknologi Pupuk Hayati)

Assalamu'alaikum warhamatullahi wabarakatuh

BAB I
PENDAHULUAN
             A.   Latar Belakang
Lahan Indonesia sudah mengalami degradasi, maka perlu adanya pupuk yang dapat mengembalikan kesuburan tanah. Oleh karena itu, perlu adanya usaha dan strategi yang tepat untuk menyuburkan tanah kembali diantaranya pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizer) (Fadiluddin, 2009).
Pemanfaatan mikroorganisme yang berguna perlu dikembangkan dalam usaha mengurangi penggunaan pupuk anorganik (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008). Pemanfaatan pupuk hayati tersebut diharapkan tanaman tumbuh lebih sehat, bebas hama dan penyakit, daya hasil lebih tinggi, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang yang ingin hidup sehat. Pertanian organik sebagai suatu sistem bertani yang selaras dengan alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian suatu aliran yang siklik dan seimbang. Secara perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan system pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestarianya dan dapat mengonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Gunalan, 1996).
Usaha peningkatan produksi tanaman  tanaman perkebunan lainnya maka mutu intensifikasi perlu untuk ditingkatkaan. Salah satu usaha yang dapat ditempuh yaitu dengan  meningkatkan  efisiensi penggunaan pupuk. Respon tanaman terhadap penggunaan pupuk akan menigkat bila menggunakan jenis pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara atau zat hara kedalam tanah yang langsung atau tidak langsunng dapat menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan juga memperbaiki pH tanah dan memperbaiki lingkungan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Dalam hal ini pupuk yang mengandung mikroorganismme lah yang mampu memperbaiki sifat –sifat tanah (Lingga et al., 2009).
Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah(Linggaet al., 2009).
Pemupukan dapat dikatakan berhasil baik bila kita mengetahui unsur hara apa yang kurang terdapat dalam tanah atu unsur makan apa yang dibutuhkan oleh tanaman. Gejala kekurangan unsur hara dapat dilihat dengan tidak normalnya petumbuhan tanaman. Disamping mengetahui unsur hara apa yang kurang, perlu juga mengetahui berapa jumlah yang kurang itu sehingga kita bisa memberikan dalam jumlah yang benar dan efektif (Roesmarkam & Yuwono, 2002).
Bahan organik juga berperan sebagai sumber makanan dan energi mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba(Roesmarkam & Yuwono, 2002).
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengolahan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan (Roesmarkam & Yuwono, 2002).

 BRumusan Masalah
                         Adapun perumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Bioteknologi tanah ?
2. Apa yang dimaksud dengan pupuk hayati ?
3. Sejarah pupuk hayati ?
4. Apa fungsi pupuk hayati ?
5. Bagaimana kualitas pupuk hayati ?
6. Apa jenis-jenis pupuk hayati yang telah di kenal di Indonesia?
7. Bagaimana teknik dasar produksi pupuk hayati ?
8. faktor penentu penerapan pupuk hayati dilapangan ?
9. Penelitian teruptodate tentang pupuk hayati (5 tahun terakhir) ?

C.    Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian bioteknologi
2. Mengetahui pengertian pupuk hayati.
3. Mengetahui sejarah pupuk hayati
4. Mengetahui apa fungsi pupuk hayati
5. Mengetahui kualitas pupuk hayati
6. Mengetahui jenis-jenis pupuk hayati yang telah di kenal di Indonesia
7. Mengetahui teknik dasar produksi pupuk hayati
8. Mengetahui faktor penentu penerapan pupuk hayati dilapangan
9. Mengetahui Penelitian terbaru tentang pupuk hayati (5 tahun terakhir)

BAB II
BAGIAN ISI

A.   Bioteknologi Tanah
Bioteknologi adalah pemanfaatan system yang hidup dan organisme untuk mengembangkan atas membuat suatu produk yang dapat guna, atau aplikasi berbagai teknologi yang menggunakan sistem yang hidup, makhluk hidup ataupun yang dihasilkannya untuk membuat atau memodifikasi hasilnya atau proses untuk tujuan tertentu.
Menurut Hanafiah (2014), mengutarakan bahwa bioteknologi tanah merupakan suatu cara menggunakan organisme tanah (bakteri, jamur, cacing tanah dan berbagai organisme lainnya termasuk tumbuh-tumbuhan baik secara langsung (cara ini disebut cara konvensional) atau menggunakan rekayasanya (tanaman unggul, biota unggul atau potensil) dalam upaya mencapai manfaat tertentu dalam bidang pertanian dan lainnya (cara aplikasinya yang kedua ini disebut sebagai cara modern). Bioteknologi tanah (soil biotechnology) dalam pemanfaatan atau aplikasinya merupakan suatu teknologi yang ramah lingkunga, disebut sebagai soft technology.

B. Pupuk Hayati
Pupuk adalah sesuatu bahan (organik dan anorganik) yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang berguna untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati merupakan inokulum yang mengandung sel-sel hidup atau latent dari berbagai jenis mikrobia yang efisien yang bisa hidup bersimbiosa degan tanaman ataupun yang bisa hidup bebas ataupun berassosiasi, yang mempunyai kemampuan memfiksasi N2 dari udara atau melarutkan/memobilisasi unsur hara fosfat dari bentuk yang tidak bisa dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk yang bisa dimanfaatkan tanaman, merombak bahan organik termasuk sumber-sumber organik lainnya (seperti pupuk kandang) yang mempercepat proses-proses mikrobiologi tertentu dalam tanah untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat diassimilasikan oleh tanaman (Hanafiah,2014).
Pupuk hayati (biofertilizer) merupakan pupuk yang mengandung 9 konsorsium mikroba dan bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman agar menjadi lebih baik. Mikroba yang digunakan yaitu (1) bakteri fiksasi Nitrogen non simbiotik Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.; (2) bakteri fiksasi Nitrogen simbiotik Rhizobium sp.; (3) bakteri pelarut Fosfat Bacillus megaterium dan Pseudomonas sp.; (4) bakteri pelarut Fosfat Bacillus subtillis; (5) mikrobadekomposer Cellulomonas sp.; (6) mikroba dekomposer Lactobacillus sp; danmikroba dekomposer Saccharomyces cereviceae (Suwahyono, 2011).
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah.Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis.
Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiosis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian.Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting hizobacteria). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain), (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida, dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999). Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza.
Cendawan mikoriza selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat  tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut. Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah, misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini hanyadimiliki oleh strain atau strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh.
Subha Rao (1982), menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Ia sendiri mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfatatau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepatproses mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006), mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.Pengertian pupuk hayati pada buku ini lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan FNCA Biofertilizer Project Group (2006), mereka hanya membatasi istilah pupuk hayati pada mikroba, sedangkan istilah yang dipakai pada buku ini selain melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah.Bila inokulan hanya mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan tersebut dapat juga disebut pupuk mikroba (microbial fertilizer).
Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulanmultistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih.Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapiperkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (2006), memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.

            C.   Sejarah Pupuk Hayati
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya. Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium. Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan, karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.

             D.   Fungsi Pupuk Hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara (Simanungkalit RDM et al, 2006):
1.      Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme   berfungsi sebagai penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium.
2.      Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
3.      Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
4.      Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.
5.      Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.

              E.  Kualitas Pupuk Hayati
Berdasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut (Simanungkalit RDM, et al., 2006):
1.      Jumlah populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
2.      Efektifitas mikroorganisme dimana tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.
3.      Bahan pembawa dimana fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
4.      Masa kadaluarsa dimana sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.

  F.      Jenis-Jenis Pupuk Hayati yang telah di kenal di Indonesia
Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati berdasarkan kandungan mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk hayati majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba (Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Berikut ini macam-macam pupuk hayati yang banyak digunakan yaitu (Simanungkalit RDM et al.2006):
1.   Agronik Farming
Agronik Farming, yaitu pupuk hayati yang mengandung unsur hara makro berupa N, P, K dan unsur hara mikro berupa MgO, SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat majemuk yaitu mikroba pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000 cfu/g. Cara pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam 1 liter air. Hal ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang tinggi. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil panen 20-50%, dapat, mengurangi biaya produksi hingga mencapai 30% dan tidak diperlukan lagi pupuk kimia (N,P,K).
2.   Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil)
Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati yang bersifat majemuk dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata, Aspergillus niger. Cara penggunaannya yaitu dengan melakukan kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia. Penggunaan pupuk ini setara dengan menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga penggunaan pupuk ini akan mengurangi biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat dari pupuk ini yaitu mengandung 2 jenis bakteri pengikat Ndari udara yang tumbuh di daerah rhizosfer yang dapat menambahkan N yang diserap akar tanaman, satu jenis bakteri pelarut P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat diserap akar tanaman baik yang berasal dari partikel pupuk maupun dari partikel tanah, satu jenis mikroba lagi yakni jamur dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara tanah, serta dimana keempat jenis mikroba dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan dapat menghasilkan zat tumbuh yang berguna bagi akar tanaman.
3.   M-BIO
M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yang menguntung dengan paten CMF-21 diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, dan Azospirilium sp. kandungan pupuk ini yaitu N, P, K, S, Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian pupuk ini yaitu dengan melakukan penyemprotan (penyiraman) dengan konsentrasi 1 ml M-BIO per liter air setiap minggu. Keunggulannya yaitu mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melatutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat Nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD dan COD perairan dan menekan bau busuk.
4.   Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.

             G.   Teknik Dasar Produksi Pupuk Hayati
            1. Tahap Pengisolasian Mikroorganisme
a.   Mengambil satu kg tanah yang berasal dari kedalaman 10-15 cm daripermukaan tanah. Pilih lokasi tanah subur yang bebas dari gangguan manusia, jauh dari pemukiman misalnya dari tanah perkebunan yang terawat dengan baik atau dari hutan yang lebat.
b.   Tanah tersebut dicampur dengan satu kg daun bambu kering, 5kg sekam padi dan 2kg dedak padi, diaduk rata sambil menuangkan air secukupnya,sekitar 5L.
c.   Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah berdiameter 50 cm dengan ketinggian 30 cm. Buat lobang berdiameter 10 cm di tengah-tengah campuran.
d.  Tutup campuran tersebut dan letakkan di tempat yang teduh selama satu bulan. Aduk campuran tersebut 4 hari sekali dan membuat lobang ventilasi baru.
e.      Proses selesai setelah terbentuknya lapisan serat putih di permukaan campuran.   
           2. Tahap Peningkatan Jumlah Mikoorganisme
a.     Campuran kering mikroorganisme diaduk rata, kemudian diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam jaring plastik.
b.   Campur 15 liter molase (produk sampingan dari hasil pengolahan gula tebu) atau 15 kg gula merah cair ke dalam wadah berisi 75 liter air tanah atau sumur yang bersih.
c.       Masukkan jaring plastik berisi campuran mikroorganisme tersebut ke dalam wadah.
d.       Aduk merata secara searah.
e.       Tutup wadah dan biarkan selama satu bulan di tempat yang teduh.
f.        Indikator kesuksesan tahap ini adalah larutannya berbau harum, jika berbau busuk berarti   prosesnya gagal. 
             3. Proses Produksi Pupuk Hayati
a.     Satu bagian larutan dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi 10 bagian air yang telah dicampur dengan satu bagian molase. Aduk merata secara searah.
b.   Masukkan potongan/rajangan daun-daun sayur-sayuran seperti daun singkong atau daun kangkung sebanyak sepertiga wadah, diaduk searah
kemudian ditutup.
c.     Biarkan campuran tersebut selama 15 hari di tempat yang teduh. 
             4. Cara Pengaplikasian
a.     Sekitar 100 ml cairan pupuk dimasukkan ke dalam 20 liter air untuk 40-50 tanaman.
b.    Siram ke tanaman dan ke permukaan tanah tempat tanaman tumbuh.
c.     Pengaplikasian dilakukan satu kali dalam satu minggu.
d.    Sebaiknya di awal penggarapan tanaman, diaplikasikan pupuk bokasi atau kompos sebagai pupuk dasar sekitar 500 g/m2.

H.      Faktor Penentu Penerapan Pupuk Hayati di Lapangan
Pupuk hayati merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik. Pupuk hayati merupakan pupuk yang berisikan mikroba hidup. Salah satu contohnya adalah Bion-Up produksi Laboratorium Biologi Tanah Unpad yang terdiri dari campuran isolat Azotobacter sp, Azospirilium sp, bakteri endofitik, dan mikroba (bakteri dan jamur) pelarut fosfat. Pemberian pupuk hayati dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini karena pupuk hayati mengandung Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) hidup (Setiawati et al., 2014).
Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu membantu menyediakan hara bagi tanaman serta mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Pupuk hayati juga menghasilkan fitohormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh, bakteri pelarut fosfat (BPF) seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp yang terkandung dalam pupuk hayati memiliki kemampuan untuk menghasilkan fitohormon seperti auksin, giberelin, dan sitokinin (Setiawati et al., 2014).
Anjuran pemupukan yang tepat terus digalakkan melalui program pemupukan berimbang (dosis dan jenis pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi lokasi/spesifik lokasi), namun sejak sekitar tahun 1996 telah terjadi penurunan produktivitas (leveling off) sedangkan penggunaan pupuk terus meningkat. Hal ini berarti terjadi penurunan efisiensi pemupukan. Berbagai faktor tanah dan lingkungan tanaman harus dikaji lebih mendalam.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran (rekomendasi) pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan. Dari uraian di atas terlihat bahwa pemakaian pupuk secara berimbang sampai saat ini masih merupakan pilihan  yang paling baik bagi Petani dalam kegiatan usahanya untuk meningkatkan pendapatan.Percepatan peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan secara konsepsional melalui program sosialisasi yang terpadu. 
Pemupukan yang dilakukan pada satu pertanaman berarti menambahkan/menyediakan hara bagi tanaman. Dengan demikian program pemupukan berimbang dapat saja menggunakan pupuk tunggal (Urea/ZA, TSP/SP-36 dan KCl) dan atau pupuk majemuk.
  
I.          Penelitian Terupdate tentang Pupuk Hayati (5 tahun terakhir)
Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai rawit (capsicum frutescens L.) varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik (Wardhani S 2014).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi pupuk hayati dan berapa dosis optimal pemberian pupuk hayati terhadap peningkatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Bhaskara. Pupuk hayati produksi PT. Petrokimia Gresik mengandung berbagai jenis mikroorganisme fungsional seperti Azospirillum sp., Azotobacter sp.,  Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Streptomyces sp. Mikroorganisme inilah yang memiliki potensi yang besar dalam memacu  pertumbuhan tanaman. Azospirillum sp., Azotobacter sp., dan Pseudomonas sp., sebagai penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N2 udara. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah buah dan berat buah. Hasil pengamatan dianalisis dengan Anova One Way pada taraf signifikansi 5% dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk hayati berpengaruh tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah buah dan berat buah tanaman cabai rawit. Dosis pemberian pupuk hayati terhadap peningkatan produktivitas tanaman cabai rawit adalah pada kisaran 50-100 kg/ha.
Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal (Moelyohadi et al. 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe jagung efisien hara yang memberikan respon terbaik terhadap berbagai jenis pupuk hayati pada tingkat pemupukan kimia dosis rendah di lahan kering marginal. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Agro Tekno park (ATP) Kementerian Riset dan Teknologi, Sumatera Selatan dari bulan Mei – September 2011. Pemanfaatan pupuk hayati dilakukan berdasarkan respon positif terhadap peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat menghemat biaya pupuk dan penggunaan tenaga kerja. Teknologi yang dapat digunakan adalah penerapan pupuk mikroba (microbial fertilizer). Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot design dengan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan petak utama terdiri dari : (Ho): tanpa pupuk hayati, (H1): mikoriza, dan (H2): pupuk hayati BPF. Perlakuan anak petak, terdiri dari tiga genotipe hasil seleksi galur jagung untuk sifat efisien hara,yaitu galur: B-41 (G1), L-164 (G2), S-194 (G3) serta varietas BISI 816 (G4) sebagai varietas pembanding. Semua unit perlakuan diberi pupuk kimia dosis rendah yaitu 50% dari dosis standar ATP (200 kg Urea, 50 kg SP-36 dan 25 kg KCl ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk mikoriza menghasilkan produksi jagung tertinggi, yaitu 6,08 ton biji pipilan kering/ hektar dan galur jagung B-41 menunjukkan pertumbuhan yang lebih adaptif di 32 lahan kering marginal dengan tingkat produksi 7,27 ton biji pipilan kering/ha. Serta kombinasi perlakuan pupuk mikoriza dan galur B-41 memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, dengan tingkat produksi sebesar 8,57 ton pipilan kering/hektar.

BAB III
PENUTUP

A.                         Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, pupuk hayati merupakancinokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman.Pupuk hayati memiliki banyak manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme yang dimilikinya.


DAFTAR PUSTAKA

Afandie Rosmarkam dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth-promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan Hara, Produksi dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang. [tesis]. Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Jutono. 1982. Fiksasi Nitrogen (N2) pada Leguminose dalam Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Lingga, Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar        Swadaya
Moelyohadi et al.2013. Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal.Jurnal Lahan Suboptimal.Vol. 1 (1): 31-39.
Saraswati RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai, Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun (1995/1996-1997-1998). Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Setiawati, M.R., Suryatmana, P., Hindersah, R., Fitriatin, B.N. dan Herdiyantoro, D. (2014). Karakterisasi Isolat Bakteri Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Ketersedian P pada Media Kultur Cair Tanaman Jagung (Zea mays L.). Bionatura - Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, 16(1),30–34.
Simanungkalit RDM et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi.
Suwahyono, U., 2011, Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik SecaraEfektif            dan Efisien, Penebar Swadaya, Jakarta.
Pangaribuan,D. dan H. Pujisiswanto.2008.Pemanfaatan kompos jerami meningkatkan produksi dan kualitas buah tomat. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Bandar Lampung, 17-18 November 2008. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Wardhani A. 2014. Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. Vol. 2 (1) :2337-3520.
Sahar Hanafiah. 2014. Peran Bioteknologi Tanah dan pupuk Hayati / Pestisida Hayati dalam Pertanian Organik, Pertanian Berkelanjutan dan Pengelolaan Lingkungan, Bioteknologi Tanah, Pupuk Hayati dan Aplikasinya AGR-638. USU: Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BIOTEKNOLOGI: TEKNOLOGI PCR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Polymerase Chain Reaction (PCR)   PCR adalah teknik yang paling umum digunakan ol...