Rabu, 29 Mei 2019

BIOTEKNOLOGI: KULTUR JARINGAN


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

A.    Pengertian Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan sel, jaringan atau organ tanaman dengan pada medium buatan (in vitro) secara aseptik.  Kultur jaringan merupakan cara memperbanyak tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman seperti sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian - bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap.
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap (Andini, 2001).
Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori totipotensi sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Harianto, 2009).
Dari beberapa pengertian kultur jaringan tumbuhan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang kemudian ditumbuhkan pada media buatan dalam botol kultur yang semuanya dalam keadaan steril dengan tujuan supaya bagian-bagian tumbuhan yang diisolasi tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap.

B.     Sejarah dan Perkembangan Kultur Jaringan
Kultur jaringan (tissue culture) pertama kali digunakan pada awal abad ke-20 sebagai suatu metode untuk mempelajari perilaku sel hewan yang bebas dari pengaruh variasi sistemik yang dapat timbul saat hewan dalam keadaan homeostasis ataupun dalam pengaruh percobaan atau perlakuan. Kultur jaringan bukanlah teknik yang baru. Teknologi ini telah berkembang sejak satu abad yang lalu, melalui masa-masa pengembangan yang pada awalnya sederhana, diikuti fase perkembangan ekspansif pada pertengahan abad yang lalu. Saat ini kultur jaringan berada pada fase pengembangan khusus untuk memahami aspek mekanisme kontrol dan diferensiasi fungsi sel. Kendati teknologi kultur jaringan kini telah berkembang begitu pesat, seperti kultur sel-sel khusus, chromosome painting, dan DNA fingerprinting, tetapi teknologi dasar yang awal dikembangkan adalah teknik kultur primer, pasase serial, karakterisasi, preservasi sel dengan prinsip yang masih sama (Kusuma, 2000).
Pada saat istilah kultur jaringan diperkenalkan, teknik ini pertama kali dikembangkan dengan menggunakan fragmen jaringan yang tidak terurai, dan pertumbuhan sel atau jaringan terjadi dengan bermigrasinya sel fragmen jaringan disertai adanya mitosis di luar pertumbuhan. Kultur sel dari jaringan explant primer seperti inilah yang mendominasi perkembangan teknik kultur jaringan pada lebih dari lima puluh tahun perkembangannya, sehingga tidaklah mengherankan jika istilah kultur jaringan sudah begitu melekat untuk pengembangan teknologi ini. Walaupun demikian, fakta yang terjadi pada saat percepatan perkembangan teknologi berikutnya pada era setelah tahun 1950 lebih didominasi oleh penggunaan kultur sel yang terurai dari jaringan (Kusuma, 2000).
Sejarah kultur jaringan tumbuhan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan botani. Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan sel in-vitro dapat dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli yang mendahului mereka serta penemuan mereka sendiri. Pada abad 17 seorang ahli matematika Robert Hooke mengatakan bahwa sel-sel dapat disamakan dengan batu-batu bangunan alamiah. Kemudian pada tahun 1838-1839, seorang ahli Biologi M.V Schleiden dan Theodore Schwann yang telah menjuruskan perhatiannya pada kehidupan sel, menemukan satu konsep baru, bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun telah terpisah dari tumbuhan induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala peristiwa rumit yang terjadi dalam tubuh satu organisme selama hidup, bersumber pada sel. Dari konsep inilah tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai kemampuan untuk berkembang. Sel berkembang dengan jalan regenerasi sehingga pada suatu saat akan terbentuk tumbuhan sempurna. Kemampuan regenerasi ini disebut totipotensi (totipotency). Konsep totipotensi yang ditanamkan oleh Schleiden dan Theodore Schwann berkembang terus sehingga Vouchting pada tahun 1878, walaupun masih belum berhasil baik, sudah mencoba mengembangkan kalus dari potongan tumbuhan. Kegagalannya dalam mengembangkan potongan tumbuhan ini disebabkan oleh kekurangan fasilitas pada saat itu. Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan botani papa abad ke 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebik, Johan Knopp dan Rechinger (Kusuma, 2000).
Untuk mempelajari teknik dasar kultur jaringan diperlukan pemahaman dasar tentang anatomi, histologi, fisiologi sel, dan prinsip dasar biokimia. Perkembangan ilmu biologi molekular menyebabkan sulitnya melihat batas pemisah antara biologi molekular dan kultur jaringan. Saling bergantungnya perkembangan masing-masing teknologi ini sukar untuk dinyatakan batas berhentinya teknologi kultur jaringan dan mulai berkembangnya teknologi biologi molekular (Kusuma, 2000).

C.    Kultur pada Tumbuhan 
Kultur jaringan termasuk ke dalam jenis perkembangbiakan vegetatif. Bagian tumbuhan yang akan dikultur (eksplan) dapat diperoleh dari dari semua bagian tumbuhan seperti pucuk, akar, meristem, bunga, bahkan serbuk sari. Kultur jaringan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem (Hendaryono, 1994). Jaringan meristem adalah jaringan muda yaitu jaringan yang terdiri atas sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mengalami penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan jaringan meristem digunakan karena keadannya selalu membelah sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan (Harianto, 2009).
Pelaksanaan teknik kultur jaringan berdasarkan teori sel yaitu mempunyai kemampuan autonom bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Menurut Suryowinoto (1991), totipotensi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang sempurna. Sifat totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru. Sel-sel penyusun jaringan dewasa (sel somatis) yang berada di bawah rangsangan tertentu memiliki potensi untuk mengadakan pembelahan (embrionik) membentuk kalus. Selanjutnya, kalus dibawah rangsangan tertentu memliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi individu baru multiselular melalui diferensiasi.
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat- syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik, dan pengaturan udara yang terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaliknya dipilih bagian tumbuhan yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, misalnya: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji, dan lain-lain (Hardyono, 2009).
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dutumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tumbuhan. Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Pramono, 2007).

D.    Eksplan pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Eksplan atau bahan tanam adalah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Ketepatan dalam menyiapkan eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi eksplan (Pramono, 2007).
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pramono (2007), beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam memilih eksplan antara lain:
1.   Deskripsi varietas tanaman sumber bahan eksplan
          Dalam upaya menghasilkan tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat dilakukan dengan cara mengkondisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih terkendali, misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam dalam pot dan dipelihara secara optimal di dalam green house.
2.   Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan
Bagian tanaman yang dapat dijadikan eksplan adalah ujung akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan tepung sari. Faktor yang dimiliki eksplan itu sendiri yaitu ukuran, umur fisiologis, sumber genotip dan sterilitas eksplan yang akan menentukan berhasil tidaknya pengkulturan eksplan. Ukuran eksplan yang terlalu kecil mempunyai daya tahan kurang dibandingkan dengan ukuran eksplan yang lebih besar. Ukuran eksplan yang paling baik adalah antara 0,5 sampai 1 cm, tetapi hal ini tidak mutlak pada semua eksplan, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman.
Umur fisiologis eksplan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda yang meristematik (sel-selnya masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga bagian tanaman yang meristemik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan. Adapun yang termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk aksial. Bahan tanam dapat diambil dari tanaman dewasa, yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau umbi. Untuk eksplan dari daun, digunakan daun yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan dengan menyertakan ibu tulang daun, karena pada bagian ini lebih cepat tumbuh kalus. Apabila bahan tanam (eksplan) berasal dari umbi, biasanya umbi ditumbuhkan dulu tunasnya. Bagian tunas inilah yang dijadikan sebagai eksplan, contohnya pada tanaman kentang. Biji dapat pula dijadikan sebagai eksplan. Sebaiknya biji dipilih yang bersertifikat atau dipetik langsung dari tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan sifatnya. Bagian-bagian biji seperti embrio atau kotiledon dapat dijadikan sebagai eksplan, misalnya pada tanaman paprika dan jarak atau biji dapat langsung ditanam pada media agar contohnya biji anggrek.
3.   Karakter bagian tanaman sebagai bahan eksplan
Pemilihan bagian tanaman sebagai bahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada dasarnya setiap bagian tanaman dapat dijadikan sebagai bahan eksplan, tetapi dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbangkan faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya. Bagian tanaman yang banyak mengandung persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding dengan bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal dari akar yang tumbuh di dalam tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun.



E.     Tahapan Kultur Jaringan Tumbuhan
Menurut pendapat yang disampaikan oleh Harianto (2009), beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan kultur jaringan tumbuhan antara lain :
1.    Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
          Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
2.    Inisiasi Kultur
          Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru. ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya.
3.    Sterilisasi
          Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4.    Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
          Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat. Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
5.        Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
          Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan. Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
6.    Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi

Secara singkat dapat disimpulkan cara kerja dalam kultur jaringan, antara lain :
1.      Pembuatan Media Kultur
Media merupakan faktor penting dalam kultur jaringan
2.      Intisiasi
Adalah pengambilan eksplan dari suatu bagian tumbuhan.
3.      Sterilisasi
Adalah melakukan kegiatan kultur jaringan di tempat yang steril serta juga menggunakan bahan dan peralatan yang stril.
4.      Multiplikasi
Adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media kultur yang terbuat dari agar, dimana media kultur tersebut sudah di perkaya dengan unsur mikro dan makro maupun hormon pertumbuhan lainnya.
5.      Pengakaran
Adalah munculnya kalus pada eksplan yaitu pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.
6.      Aklimatisasi
Adalah kegiatan memindahkan eksplan setelah menjadi plantlet keluar keluar dari ruangan aseptik ke bedeng.



Gambar 1. Tahapan Kultur Jaringan
(Sumber : Harianto, 2009)

 


F.     Macam-Macam Kultur Jaringan Tumbuhan
     Menurut pendapat yang disampaikan oleh Yusnita (2004), ada beberapa macam kultur jaringan, yaitu :
1.    Kultur meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau meristematik.
2.    Kultur  anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan.
3.  Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor yang sulit dikembangbiakan secara alamiah.
4.    Kultur protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding.
5. Kultur kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau membuat varietas baru.
6.    Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.

G.           Syarat Pelaksanaan Kultur Jaringan
Berikut merupakan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dapat dilakukan budidaya secara kultur jaringan. Sebagai bahan dasar pembentukan kalus, maka tanaman eksplan harus memenuhi syarat berikut :
1.      Jaringan tersebut dalam masa aktif pertumbuhannya dan diharapkan masih adanya zat tumbuh yang aktif, sehingga bisa membantu perkembangan jaringan berikutnya
2.      Eksplan yang diambil bisa berasal dari bagian daun, akar, mata tunas, kuncup, ujung batang maupun bagian umbi.
3.      Eksplan yang diambil adalah bagian tanaman yang masih muda sehingga memiliki potensi tumbuh yang besar.
4.      Medium yang digunakan harus cocok, keadaan yang aseptik serta  adanya pengaturan udara yang baik khususnya untuk media kultur cair.
5.      Bagian tanaman yang digunakan yaitu bagian yang mudah tumbuh seperti jaringan meristem, misalnya : daun muda, ujung akar, ujung batang dan keping biji. 
6.      Jika menggunakan embrio bagian biji lain untuk dijasikan eksplan, perlu diperhatikan kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur maupun masa dormansi

H.    Kelemahan dan Kelebihan Kultur Jaringan Tumbuhan
Dalam proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan tentunga mempunyai beberapa kelebihan atau manfaat serta kekurangan. Menurut pendapat yang disampaikan oleh Harianto (2009), kelebihan dari kultur jaringan, antara lain :
a.    Melestarikan sifat tanaman induk.
b.    Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama.
c.    Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat.
d.   Dapat menghasilkan tanaman yang bebas virus.
e.    Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma nutfah.
f.     Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa genetika. Sel yang telah direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga menjadi tanaman baru secara lengkap.
g.    Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.
h.    Pengadaan bibit tidak tergantung musim.
i.      Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit).
j.      Bibit yang dihasilkan seragam.
k.    Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu).
l.      Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah.
m.  Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya.
n.    Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki.
o.    Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.
Selain itu, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Harianto (2009), beberapa kelemahan dari kultur jaringan antara lain :
a.    Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi.
b.    Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena memerlukan keahlian khusus.
c.    Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik.

I.       Manfaat Kultur Jaringan
Menurut pendapat yang disampaikan oleh Kusuma (2000), teknik dalam kultur jaringan ini mempunyai berbagai macam manfaat yang besar bagi manusia sesuai fungsinya, antara lain :
1.    Memperbanyak tanaman
    Melalui teknik kultur jaringan maka akan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative singkat, memiliki sifat morfologi dan fisiologis yang sama persis dengan induknya serta dapat memperoleh tanaman yang bersifat unggul.
2.    Untuk mengeliminasi atau menghilangkan virus
     Kultur jaringan dilakukan dalam keadaan steril didalam media sehingga tanaman yang terkena virus dapat dihilangkan jadi akan didapat tanaman yang bebas virus.
3.    Memperbaiki sifat tanaman
      Seringkali jika menggunakan perkembangbiakan secara generatif maka sifat keturunannya tidak sama dengan induknya bahkan bisa jadi lebih buruk, tetapi dengan teknik kultur jaringan dapat memperbaiki sifat tanaman bahkan dapat menghasilkan bibit unggul karena adanya sumaklonal yaitu variasi yang terjadi akibat perbanyakan yang tidak melewati zigot melainkan somatik.
4.    Untuk penyimpanan plasma nutfah
       Teknik kultur jaringan dapat dimanfaatkan dalam penyimpanan plasma nutfah atau benih, hal ini akan membantu petani menyimpan bibit selama perpuluh-puluh tahun dan dapat melestarikan tanaman.
5.    Produksi metabolisme sekunder
Selain menghasilkan energi, pada respirasi tanaman juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder, tetapi tidak semua tanaman dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder ini berupa alkaloid, terpenoid, dan phenyl propanoid yang dapat dihasilkan.
Gambar 3. Tanaman Hasil Kultur Jaringan
(Sumber : Harianto, 2009)

J.      Penerapan Teknologi Kultur Jaringan 
Salah satu penerapan ilmu kultur jaringan adalah upaya untuk meningkatan produksi azadirahtin melalui kultur suspensi sel Azadirachta indica A. Juss melalui penambahan skualen. Azadirachta indica atau tumbuhan nimba adalah salah satu jenis tumbuhan yang menghasilkan berbagai zat aktif, salah satu bahan aktif tersebut adalah azadirahtin, yaitu suatu senyawa triterpenoid yang berguna sebagai sumber terbaik untuk biopestisida. Azadirahtin dapat digunakan sebagai biopestisida karena bersifat antifeedant dan mengganggu pertumbuhan serta reproduksi serangga. Sampai saat ini, produksi biopestisida dari tumbuhan nimba dilakukan dengan cara mengisolasi langsung dari tumbuhan utuh, terutama dari biji. Setiap gram biji nimba mengandung 3,6 mg azadirahtin, namun keberadaan nimba di Indonesia relatif sedikit karena daerah penyebarannya terbatas di Pulau Jawa dan Bali. Eksploitasi terhadap tumbuhan ini menyebabkan penurunan populasinya di alam yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya sumber biopestisida, khususnya azadirahtin. Eksploitasi terjadi karena nimba digunakan sebagai sumber obat-obatan dan bahan bangunan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode alternatif yaitu kultur jaringan (Kusuma,  2000).

K.    Aplikasi Kultur Jaringan Tumbuhan Dalam Bidang Farmasi
Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benthtermasuk tanaman obat langka. Akar Pule Pandak ini mengandung alkoloid reserpine yang berfungsi sebagai obat anti Hipertensi (tekanan darah tinggi) dan obat penenang. Akarnya mengandung tidak kurang dari 20 macam alkoloid dan total ekstrak dari akarnya berkhasiat sebagai obat hipertensi, aprodisiaka dan gangguan neuropsikiatrik. Akarnya hingga kini sering digunakan dalam pengobatan tradisional dan modern. Kandungan alkoloid yang utama adalah reserpine (Bisset dan Soerohaldoko, 1958).
Kebutuhan bahan baku obat Pule Pandak untuk industri jamu dan farmasi semakin meningkat sementara laju pemanenan terjadi lebih cepat dari laju kemampuan alam untuk memulihkan populasinya. Nilai manfaat dan ekonomi yang tinggi akan tetapi tingkat kelangkaan yang semakin tinggi pula.


DAFTAR PUSTAKA

Andini. 2001. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor : Bioteknologi IPB
Hardyono. 2009. Teknik Kultur Jaringan. PAU Bioteknologi, IPB : Bogor. Jakarta.
Harianto,Wijaya. 2009. Pengenalan teknik in vitro. Bumi Aksara. Jakarta.
Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern. Kanisius. Yogyakarta.
Hendaryono, DPS & Wijaya A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta : Kanisus
Kusuma, Anjar Leo. 2000. Teori-teori Kultur Jaringan Materi Ajar.UGM. Jogjakarta.
Pramono. 2007. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Gramedia. Jakarta.
Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Jakarta : Swadaya.
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman secara In Vitro. Yogtakarta : Kanisius.
Suryowinoto, Moeso. 1996. Pemulihan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakarta : Kanisus.
Suryowinoto. 1991. Pemulihan Tanaman      Secara In        Vitro. Kanisius. Jogjakata.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan, Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta : Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BIOTEKNOLOGI: TEKNOLOGI PCR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Polymerase Chain Reaction (PCR)   PCR adalah teknik yang paling umum digunakan ol...