Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
A. Pengertian Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur jaringan
merupakan teknik perbanyakan sel, jaringan atau organ tanaman dengan pada
medium buatan (in vitro) secara aseptik.
Kultur jaringan merupakan cara memperbanyak
tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman seperti sel, jaringan dan organ serta
menumbuhkannya di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian - bagian tersebut
bisa memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap.
Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,
ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan
dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak
diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap (Andini, 2001).
Kultur
jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian
tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh
(sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro
dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi
atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara
teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari
tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori totipotensi sel
(Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik
seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi
tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya,
sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap
sel berasal dari satu sel (Harianto, 2009).
Dari
beberapa pengertian kultur jaringan tumbuhan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang kemudian ditumbuhkan pada media buatan dalam
botol kultur yang
semuanya dalam keadaan steril dengan tujuan supaya bagian-bagian tumbuhan yang diisolasi
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang
lengkap.
B. Sejarah dan Perkembangan Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan (tissue culture) pertama kali digunakan pada awal abad ke-20
sebagai suatu metode untuk mempelajari perilaku sel hewan yang bebas dari
pengaruh variasi sistemik yang dapat timbul saat hewan dalam keadaan
homeostasis ataupun dalam pengaruh percobaan atau perlakuan. Kultur jaringan
bukanlah teknik yang baru. Teknologi ini telah berkembang sejak satu abad yang lalu,
melalui masa-masa pengembangan yang pada awalnya sederhana, diikuti fase
perkembangan ekspansif pada pertengahan abad yang lalu. Saat ini kultur
jaringan berada pada fase pengembangan khusus untuk memahami aspek mekanisme
kontrol dan diferensiasi fungsi sel. Kendati teknologi kultur jaringan kini
telah berkembang begitu pesat, seperti kultur sel-sel khusus, chromosome
painting, dan DNA fingerprinting, tetapi teknologi dasar yang
awal dikembangkan adalah teknik kultur primer, pasase serial,
karakterisasi, preservasi sel dengan prinsip yang masih sama (Kusuma,
2000).
Pada
saat istilah kultur jaringan diperkenalkan, teknik ini pertama kali
dikembangkan dengan menggunakan fragmen jaringan yang tidak terurai, dan
pertumbuhan sel atau jaringan terjadi dengan bermigrasinya sel fragmen jaringan
disertai adanya mitosis di luar pertumbuhan. Kultur sel dari jaringan explant
primer seperti inilah yang mendominasi perkembangan teknik kultur
jaringan pada lebih dari lima puluh tahun perkembangannya, sehingga tidaklah
mengherankan jika istilah kultur jaringan sudah begitu melekat untuk
pengembangan teknologi ini. Walaupun demikian, fakta yang terjadi pada saat
percepatan perkembangan teknologi berikutnya pada era setelah tahun 1950 lebih
didominasi oleh penggunaan kultur sel yang terurai dari jaringan (Kusuma,
2000).
Sejarah
kultur jaringan tumbuhan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan botani.
Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan sel in-vitro dapat
dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli yang mendahului
mereka serta penemuan mereka sendiri. Pada abad 17 seorang ahli matematika
Robert Hooke mengatakan bahwa sel-sel dapat disamakan dengan batu-batu bangunan
alamiah. Kemudian pada tahun 1838-1839, seorang ahli Biologi M.V Schleiden dan
Theodore Schwann yang telah menjuruskan perhatiannya pada kehidupan sel,
menemukan satu konsep baru, bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun telah
terpisah dari tumbuhan induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala peristiwa
rumit yang terjadi dalam tubuh satu organisme selama hidup, bersumber pada sel.
Dari konsep inilah tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai kemampuan untuk
berkembang. Sel berkembang dengan jalan regenerasi sehingga pada suatu saat
akan terbentuk tumbuhan sempurna. Kemampuan regenerasi ini disebut totipotensi
(totipotency). Konsep totipotensi yang
ditanamkan oleh Schleiden dan Theodore Schwann berkembang terus sehingga
Vouchting pada tahun 1878, walaupun masih belum berhasil baik, sudah mencoba
mengembangkan kalus dari potongan tumbuhan. Kegagalannya dalam mengembangkan
potongan tumbuhan ini disebabkan oleh kekurangan fasilitas pada saat itu.
Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan botani papa
abad ke 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebik, Johan
Knopp dan Rechinger (Kusuma, 2000).
Untuk
mempelajari teknik dasar kultur jaringan diperlukan pemahaman dasar tentang
anatomi, histologi, fisiologi sel, dan prinsip dasar biokimia. Perkembangan
ilmu biologi molekular menyebabkan sulitnya melihat batas pemisah antara
biologi molekular dan kultur jaringan. Saling bergantungnya perkembangan
masing-masing teknologi ini sukar untuk dinyatakan batas berhentinya teknologi
kultur jaringan dan mulai berkembangnya teknologi biologi molekular (Kusuma,
2000).
C. Kultur pada Tumbuhan
Kultur
jaringan termasuk ke dalam jenis perkembangbiakan vegetatif. Bagian tumbuhan
yang akan dikultur (eksplan) dapat diperoleh dari dari semua bagian tumbuhan
seperti pucuk, akar, meristem, bunga, bahkan serbuk sari. Kultur jaringan
lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem
(Hendaryono, 1994). Jaringan meristem adalah jaringan muda yaitu jaringan yang
terdiri atas sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mengalami
penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil.
Kebanyakan jaringan meristem digunakan karena keadannya selalu membelah
sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan (Harianto,
2009).
Pelaksanaan
teknik kultur jaringan berdasarkan teori sel yaitu mempunyai kemampuan autonom
bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Menurut Suryowinoto (1991), totipotensi
adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang
sempurna. Sifat totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan
dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru. Sel-sel
penyusun jaringan dewasa (sel somatis) yang berada di bawah rangsangan tertentu
memiliki potensi untuk mengadakan pembelahan (embrionik) membentuk kalus.
Selanjutnya, kalus dibawah rangsangan tertentu memliki potensi untuk
berdiferensiasi menjadi individu baru multiselular melalui diferensiasi.
Teknik
kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat- syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang
aseptik, dan pengaturan udara yang terutama untuk kultur cair. Meskipun pada
prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaliknya dipilih bagian
tumbuhan yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, misalnya: daun
muda, ujung akar, ujung batang, keping biji, dan lain-lain (Hardyono, 2009).
Komposisi
media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.
Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan yang dutumbuhkan secara in vitro. Media
Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara
makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tumbuhan. Nutrien yang tersedia di
media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh
organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat
zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen).
ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media
(eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah
perkembangan suatu kultur (Pramono, 2007).
D.
Eksplan pada Kultur Jaringan Tumbuhan
Eksplan
atau bahan tanam adalah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil atau
dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Ketepatan dalam menyiapkan
eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi eksplan (Pramono, 2007).
Menurut
pendapat yang dikemukakan oleh Pramono (2007), beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam memilih
eksplan antara lain:
1.
Deskripsi varietas tanaman sumber bahan eksplan
Dalam
upaya menghasilkan tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat
dilakukan dengan cara mengkondisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih
terkendali, misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam
dalam pot dan dipelihara secara optimal di dalam green house.
2.
Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan
Bagian tanaman yang dapat dijadikan
eksplan adalah ujung akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan tepung sari.
Faktor yang dimiliki eksplan itu sendiri yaitu ukuran, umur fisiologis, sumber
genotip dan sterilitas eksplan yang akan menentukan berhasil tidaknya
pengkulturan eksplan. Ukuran eksplan yang terlalu kecil mempunyai daya tahan
kurang dibandingkan dengan ukuran eksplan yang lebih besar. Ukuran eksplan yang
paling baik adalah antara 0,5 sampai 1 cm, tetapi hal ini tidak mutlak pada
semua eksplan, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis
tanaman.
Umur fisiologis eksplan berpengaruh
terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda yang
meristematik (sel-selnya masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga bagian tanaman yang
meristemik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan. Adapun yang termasuk jaringan meristematik
adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk aksial. Bahan tanam dapat diambil
dari tanaman dewasa, yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau umbi. Untuk
eksplan dari daun, digunakan daun yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu
tua. Pemotongan eksplan dengan menyertakan ibu tulang daun, karena pada bagian
ini lebih cepat tumbuh kalus. Apabila bahan tanam (eksplan) berasal dari umbi,
biasanya umbi ditumbuhkan dulu tunasnya. Bagian tunas inilah yang dijadikan
sebagai eksplan, contohnya pada tanaman kentang. Biji dapat pula dijadikan
sebagai eksplan. Sebaiknya biji dipilih yang bersertifikat atau dipetik
langsung dari tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan sifatnya.
Bagian-bagian biji seperti embrio atau kotiledon dapat dijadikan sebagai
eksplan, misalnya pada tanaman paprika dan jarak atau biji dapat langsung
ditanam pada media agar contohnya biji anggrek.
3.
Karakter bagian tanaman sebagai bahan eksplan
Pemilihan bagian tanaman sebagai
bahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada dasarnya
setiap bagian tanaman dapat dijadikan sebagai bahan eksplan, tetapi dalam
memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbangkan faktor
kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya. Bagian tanaman yang banyak
mengandung persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti
umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding dengan bagian tanaman yang
kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal dari akar yang tumbuh di
dalam tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian-bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun.
E. Tahapan Kultur Jaringan Tumbuhan
Menurut
pendapat yang disampaikan oleh Harianto (2009), beberapa tahapan yang dilakukan
dalam proses pembuatan kultur jaringan tumbuhan antara lain :
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman
Induk Sumber Eksplan
Tanaman
tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan
bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
2. Inisiasi Kultur
Tujuan
utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan
yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru. ini mengusahakan
kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme,
sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya.
3. Sterilisasi
Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat
yang juga sterail. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu
menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4. Multiplikasi atau Perbanyakan
Propagul
Tahap
ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini,
perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas
cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman
secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih
dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat. Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan
tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau
thidiadzuron (TDZ).
5.
Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan
dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat
untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan.
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain
untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin
sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara
individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis
daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat
diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau
secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas
in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang
umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
6. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan,
tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering
menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau
tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah
plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut
aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro
(jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di
luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan
terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan
kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi
ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi
Secara singkat dapat disimpulkan cara kerja dalam kultur jaringan,
antara lain :
1. Pembuatan Media Kultur
Media merupakan faktor penting dalam kultur jaringan
2. Intisiasi
Adalah pengambilan eksplan dari suatu bagian tumbuhan.
3. Sterilisasi
Adalah
melakukan kegiatan kultur jaringan di tempat yang steril serta juga menggunakan
bahan dan peralatan yang stril.
4. Multiplikasi
Adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada
media kultur yang terbuat dari agar, dimana media kultur tersebut sudah di
perkaya dengan unsur mikro dan makro maupun hormon pertumbuhan lainnya.
5. Pengakaran
Adalah munculnya kalus pada eksplan yaitu pertumbuhan akar yang menandai
bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.
6. Aklimatisasi
Adalah kegiatan memindahkan eksplan setelah menjadi plantlet keluar keluar
dari ruangan aseptik ke bedeng.
Gambar 1. Tahapan Kultur Jaringan
(Sumber :
Harianto, 2009)
F. Macam-Macam Kultur Jaringan Tumbuhan
Menurut pendapat yang disampaikan
oleh Yusnita (2004), ada beberapa macam kultur jaringan, yaitu :
1. Kultur meristem, menggunakan
jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau meristematik.
2. Kultur anter, menggunakan
kepala sari sebagai eksplan.
3. Kultur embrio, menggunakan embrio.
Misalnya pada embrio kelapa kopyor yang sulit dikembangbiakan secara alamiah.
4. Kultur protoplas, menggunakan sel
jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding.
5. Kultur kloroplas, menggunakan
kloroplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau membuat varietas baru.
6. Kultur polen, menggunakan serbuk
sari sebagai eksplannya.
G.
Syarat Pelaksanaan Kultur Jaringan
Berikut merupakan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
dapat dilakukan budidaya secara kultur jaringan. Sebagai bahan dasar
pembentukan kalus, maka tanaman eksplan harus memenuhi syarat berikut :
1. Jaringan tersebut dalam masa aktif
pertumbuhannya dan diharapkan masih adanya zat tumbuh yang aktif, sehingga bisa
membantu perkembangan jaringan berikutnya
2. Eksplan yang diambil bisa berasal
dari bagian daun, akar, mata tunas, kuncup, ujung batang maupun bagian umbi.
3. Eksplan yang diambil adalah bagian
tanaman yang masih muda sehingga memiliki potensi tumbuh yang besar.
4. Medium yang digunakan harus cocok,
keadaan yang aseptik serta adanya pengaturan udara yang baik khususnya
untuk media kultur cair.
5. Bagian tanaman yang digunakan yaitu
bagian yang mudah tumbuh seperti jaringan meristem, misalnya : daun muda, ujung
akar, ujung batang dan keping biji.
6. Jika menggunakan embrio bagian biji
lain untuk dijasikan eksplan, perlu diperhatikan kemasakan embrio, waktu
imbibisi, temperatur maupun masa dormansi
H. Kelemahan dan Kelebihan Kultur Jaringan
Tumbuhan
Dalam
proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan tentunga
mempunyai beberapa kelebihan atau manfaat serta kekurangan. Menurut pendapat
yang disampaikan oleh Harianto (2009), kelebihan dari kultur jaringan, antara
lain :
a. Melestarikan sifat tanaman induk.
b. Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama.
c. Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak
dalam waktu yang singkat.
d. Dapat menghasilkan tanaman yang bebas virus.
e. Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan
plasma nutfah.
f. Untuk menciptakan varietas baru melalui
rekayasa genetika. Sel yang telah direkayasa dikembangkan melalui kultur
jaringan sehingga menjadi tanaman baru secara lengkap.
g. Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.
h. Pengadaan bibit tidak tergantung musim.
i. Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak
dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah
respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit).
j. Bibit yang dihasilkan seragam.
k. Bibit yang dihasilkan bebas penyakit
(menggunakan organ tertentu).
l. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah
dan mudah.
m. Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan
hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya.
n. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki.
o. Metabolit sekunder tanaman segera didapat
tanpa perlu menunggu tanaman dewasa.
Selain itu, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Harianto (2009),
beberapa kelemahan dari kultur jaringan antara lain :
a. Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi.
b. Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang
tertentu, karena memerlukan keahlian khusus.
c. Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses
aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik.
I. Manfaat Kultur Jaringan
Menurut
pendapat yang disampaikan oleh Kusuma (2000), teknik dalam kultur jaringan ini
mempunyai berbagai macam manfaat yang besar bagi manusia sesuai fungsinya,
antara lain :
1. Memperbanyak tanaman
Melalui teknik kultur jaringan maka
akan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative
singkat, memiliki sifat morfologi dan fisiologis yang sama persis dengan
induknya serta dapat memperoleh tanaman yang bersifat unggul.
2. Untuk mengeliminasi atau
menghilangkan virus
Kultur jaringan dilakukan dalam
keadaan steril didalam media sehingga tanaman yang terkena virus dapat
dihilangkan jadi akan didapat tanaman yang bebas virus.
3. Memperbaiki sifat tanaman
Seringkali jika menggunakan
perkembangbiakan secara generatif maka sifat keturunannya tidak sama dengan
induknya bahkan bisa jadi lebih buruk, tetapi dengan teknik kultur jaringan
dapat memperbaiki sifat tanaman bahkan dapat menghasilkan bibit unggul karena
adanya sumaklonal yaitu variasi yang terjadi akibat perbanyakan yang tidak
melewati zigot melainkan somatik.
4. Untuk penyimpanan plasma nutfah
Teknik kultur jaringan dapat
dimanfaatkan dalam penyimpanan plasma nutfah atau benih, hal ini akan membantu
petani menyimpan bibit selama perpuluh-puluh tahun dan dapat melestarikan
tanaman.
5. Produksi metabolisme sekunder
Selain menghasilkan energi, pada
respirasi tanaman juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder, tetapi tidak
semua tanaman dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder
ini berupa alkaloid, terpenoid, dan phenyl propanoid yang dapat dihasilkan.
Gambar 3. Tanaman Hasil Kultur
Jaringan
(Sumber : Harianto, 2009)
J. Penerapan Teknologi Kultur Jaringan
Salah
satu penerapan ilmu kultur jaringan adalah upaya untuk meningkatan produksi
azadirahtin melalui kultur suspensi sel Azadirachta indica A.
Juss melalui penambahan skualen. Azadirachta indica atau
tumbuhan nimba adalah salah satu jenis tumbuhan yang menghasilkan berbagai zat
aktif, salah satu bahan aktif tersebut adalah azadirahtin, yaitu suatu senyawa
triterpenoid yang berguna sebagai sumber terbaik untuk biopestisida.
Azadirahtin dapat digunakan sebagai biopestisida karena bersifat antifeedant dan
mengganggu pertumbuhan serta reproduksi serangga. Sampai saat ini, produksi
biopestisida dari tumbuhan nimba dilakukan dengan cara mengisolasi langsung
dari tumbuhan utuh, terutama dari biji. Setiap gram biji nimba mengandung 3,6
mg azadirahtin, namun keberadaan nimba di Indonesia relatif sedikit karena
daerah penyebarannya terbatas di Pulau Jawa dan Bali. Eksploitasi terhadap
tumbuhan ini menyebabkan penurunan populasinya di alam yang secara langsung
mengakibatkan berkurangnya sumber biopestisida, khususnya azadirahtin.
Eksploitasi terjadi karena nimba digunakan sebagai sumber obat-obatan dan bahan bangunan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode alternatif yaitu kultur jaringan (Kusuma,
2000).
K.
Aplikasi Kultur Jaringan Tumbuhan Dalam Bidang Farmasi
Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth) termasuk tanaman obat langka. Akar Pule Pandak ini mengandung alkoloid
reserpine yang berfungsi sebagai obat anti Hipertensi (tekanan darah tinggi) dan obat penenang. Akarnya
mengandung tidak kurang dari 20 macam alkoloid dan total ekstrak dari akarnya
berkhasiat sebagai obat hipertensi, aprodisiaka dan gangguan neuropsikiatrik.
Akarnya hingga kini sering digunakan dalam pengobatan tradisional dan modern. Kandungan
alkoloid yang utama adalah reserpine (Bisset dan Soerohaldoko, 1958).
Kebutuhan bahan baku obat Pule Pandak untuk industri jamu dan
farmasi semakin meningkat sementara laju pemanenan terjadi lebih cepat dari
laju kemampuan alam untuk memulihkan populasinya. Nilai manfaat dan ekonomi
yang tinggi akan tetapi tingkat kelangkaan yang semakin tinggi pula.
DAFTAR
PUSTAKA
Andini. 2001. Teknik Kultur Jaringan :
Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern.
Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan, L.W. 1988.
Teknik Kultur Jaringan. Bogor : Bioteknologi IPB
Hardyono. 2009. Teknik Kultur Jaringan.
PAU Bioteknologi, IPB : Bogor. Jakarta.
Harianto,Wijaya. 2009. Pengenalan teknik in
vitro. Bumi Aksara. Jakarta.
Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A. 1994. Teknik
Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman
secara Vegetatif Modern.
Kanisius. Yogyakarta.
Hendaryono, DPS
& Wijaya A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta : Kanisus
Kusuma, Anjar Leo.
2000. Teori-teori Kultur Jaringan Materi
Ajar.UGM. Jogjakarta.
Pramono. 2007. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan.
Gramedia. Jakarta.
Rahardja, P. C.
1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern.
Jakarta : Swadaya.
Suryowinoto,
M. 1996. Pemuliaan Tanaman secara In
Vitro. Yogtakarta : Kanisius.
Suryowinoto, Moeso.
1996. Pemulihan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakarta : Kanisus.
Suryowinoto. 1991. Pemulihan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius. Jogjakata.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan,
Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan
Tanaman. Jakarta : Bumi Aksara.